Kamis, 24 Desember 2009

"Sang Pemimpi, Susahnya Pergi ke Paris"

Genre: Drama
Sutradara: Riri Riza
Pemain: Vikri Septiawan, Rendy Ahmad, Azwir Fitrianto, Lukman Sardi, Nazriel Irham, Mathias Muchus, Rieke Dyah Pitaloka, Landung Simatupang, Nugie, Jay Wijayanto, Yayu Unru
Produser: Mira Lesmana
Rumah Produksi: Miles Film & Mizan Production
Rating: *** dari *****

Bermimpi setinggi apapun gada yang ngelarang. Toh tiap insan wajib bermimpi dan berharap supaya kehidupannya dinamis. The problem now is that to bring the dream into reality is not a simple and easy job. So, gimana cara dapetin mimpi-mimpi itu? Tidak lain dan tidak bukan adalah mewujudkan mimpi-mimpi itu. Layaknya seorang Anggun C. Sasmi yang bermetamorfosis menjadi diva dunia nan cantik, semua itu pastilah berawal dari mimpi. "Sang Pemimpi" (SP) ngajarin wargi bandung pentingnya bermimpi. Tapi hal yang lebih penting adalah mewujudkan mimpi-mimpi itu.

Tersebutlah tiga sekawan Ikal (Vikri Septiawan, Lukman Sardi), Arai (Rendy Ahmad, Nazriel Irham), dan Jimbron (Azwir Fitrianto) yang bermimpi suatu saat akan menapakkan kaki di Paris, Prancis. Inspirasi ke Paris mereka dapet dari Pak Balia (Nugie), guru sastra SMA Manggar yang selalu bersemangat tiap kali ngajar. "Pekikan kata-kata yang menginspirasi kalian", kata Pak Balia tiap mo mulai atau mengakhiri pelajaran. Maka satu persatu murid ngacungin tangan dan nyebutin dengan spontan kutipan kata-kata berharga dari orang-orang hebat semacam Soekarno, Hatta, ST. Alisjahbana, RA. Kartini, dll. Pak Balia pernah berujar ke semua muridnya buat menjelajahi nusantara yang luas, setelah itu keliling dunia dan berhenti di Sorbone, Prancis buat kuliah di Universitas Sorbone. Kata-kata inilah yang memecut Ikal, Arai, dan Jimbron buat mewujudkan mimpi-mimpi mereka. Maka dibuatlah "peta" mimpi itu. Dimulai dengan rencana mereka selepas lulus SMA. Jakarta jadi tujuan utama buat kuliah dan bekerja. Mereka berencana buat lulus kuliah dengan nilai terbaik, ngedapetin beasiswa S2 ke Paris, sambil kerja dan ngumpulin duit bekal mereka ke Paris. Well, it's seems so sweet.

Dalam kenyataannya, sama sekali ga semanis itu. Semasa SMA ketiganya mesti banting tulang dan kerja keras siang malem di pelabuhan Manggar, pasar Manggar, dan dimana aja mereka bisa dapetin duit buat sekedar biaya makan sehari-hari. Dari mulai kuli angkut sayuran, kuli panggul ikan, kuli angkut balok es, apapun mereka kerjain demi mimpi ke Paris. Suatu waktu Ikal dan Arai ngedenger kalo PN. Timah, perusahaan timah nasional tempat ayah mereka (Mathias Muchus) gulung tikar. Akhirnya ayah pun terpaksa kehilangan pekerjaan sebagai buruh penyekop timah di perusahaan itu. Uang hasil kerja keras yang selama ini dikumpulin buat ke Paris pun mereka kasih karena saking cintanya ke orang tua. Patut dicontoh!!! Perlu diingat, Ikal, Arai, dan Jimbron bukanlah anak-anak keturunan ningrat atau konglomerat yang ga pernah kesulitan uang dan bermobil Jepang keluaran terbaru. Mereka itu miskin bahkan mungkin hidup di bawah garis kemiskinan. Satu hal, mereka kaya hati. Itulah mungkin yang ngebawa Ikal dan Arai sampe ke Brussels dan nikmatin salju pertama mereka di akhir film.

Wait, jalan terjal mewujudkan mimpi ga cuma berasal dari lingkungan sekitar tapi juga dari masalah pribadi mereka masing-masing. Masalah cinta, pastinya selalu ada di tiap film. Arai yang periang, selalu optimis, dan pengambil resiko berusaha keras buat meluluhkan hati Zakiah Nurmala (Maudy Ayunda), temen sekelas ketiganya yang cantik dan cerdas. Jimbron sendiri punya perhatian sama Lasmi, kuli pengantar cingcau yang ga pernah senyum gara-gara trauma di masa lalunya. Di sisi lain, Ikal yang lebih depresif dan pesimis sibuk ngejaga hati ayahnya dan berusaha keras buat ga ngecewain kedua orang tuanya. So, secara alur cerita it's damn good!!! Alur yang maju mundur tapi ga musingin juga jadi nilai plus film ini. Riri Riza bilang klo ini adalah tantangan tersendiri buat menghadirkan alur cerita Ikal di masa kecil, remaja, dan dewasa. Untuk memudahkan penonton, Riri milih cara narasi dengan suara Lukman Sardi di tiap perpindahan alur. Terus, apa bedanya sama "Laskar Pelangi" (LP)? I can say that SP jauh lebih melayu dibandingkan prekuelnya. Wargi Bandung inget dong gimana LP nyuguhin pemandangan alam Gantong dan Bangka Belitung yang belum terjamah tangan manusia. Hasilnya, sekarang tempat-tempat itu jadi tujuan wisata utama Indonesia dan LP baru aja dinobatkan sebagai film terbaik di Festival Film Asia Pasifik 2009 di Kaohsiung, Taiwan. Tapi SP bisa dibilang lebih Melayu dengan kehadiran Bang Zaitun (Jay Wijayanto) seniman melayu keliling yang beristri empat. Lewat bantuan Bang Zaitun, Arai dilatih nyanyi buat memikat hati Zakiah Nurmala and it works!!! Alunan melayu, dangdut, dan bioskop yang muterin film 17+ inilah yang jadi gimmick "Sang pemimpi". Tata cahaya dibuat redup supaya nyambung sama suasana kotor, kumuh, jorok yang ditampilkan film ini. Unsur natural dari akting para pemerannya pun mungkin ga sedahsyat pasukan Laskar Pelangi. Yup, sekuelnya emang lebih serius, realistis, sekaligus inspiratif.

Overall, zkheey ga mo bilang yang satu lebih baik dari yang lainnya. Tapi LP atau SP punya kekuatan dan gimmicknya masing-masing. Di LP, wargi bandung bisa ngeliat kesenjangan pendidikan di daerah Gantong dengan kota-kota besar di Jawa misalnya. Tapi toh, anak-anak itu tetep semangat belajar dan punya jiwa yang lebih besar dari anak-anak seusianya. Sementara di SP, kita diajarin gimana sulitnya meraih mimpi dengan cara yang semestinya (bukan jalan pintas) lewat penokohan tiga sekawan Arai, Ikal, dan Jimbron dengan segala seluk beluknya. It's worth to watch. (Zkheey)

No response to “"Sang Pemimpi, Susahnya Pergi ke Paris"”

Leave a Reply